ALKISAH
di sebuah kampung di Cirebon hiduplah
tiga sahabat sejak kecil, Sundari kini magang guru honorer, Radit
sarjana pengangguran yang masih mengandalkan ayahnya sang juragan
kambing, dan Ridho si biduan dangdut kampung. Dengan cara
masing-masing mereka terseret arus politik dan maju sebagai caleg
daerah. Sundari karena diincar seorang kader partai yang ingin
menyuntingnya, Radit karena ayahnya dibujuk calo yang mengeruk
uangnya, dan Ridho yang ditaksir seorang ibu kader partai lain.
Persaingan berkembang nyaris menjadi permusuhan, padahal hakekatnya
Radit dan Ridho juga mencintai Sundari. Lalu siapakah yang berhasil
menjadi anggota DPRD?
Skenario rekaan sutradara Joko
Nugroho sebenarnya menjanjikan sebuah
komedi-parodi berbobot dan berpeluang menyindir sana-sini, apalagi
dengan aktor berkualitas Agus Kuncoro
(yang terus tampil serius dengan
wajah hampir selalu ditekuk masam, bahkan bertampang kecut saat
bentrok dengan tukang gorengan pun!), sayang terpeleset menjadi
sekadar film lucu-lucuan yang beredar menjelang pemilu 2014.
Banyak cara ditempuh agar mulus
sebagai caleg, antaranya ibu Sundari membawa putrinya ke dukun
politik. Sundari yang diperani Julia Perez
menolak mentah-mentah ketika hendak diajak mandi kembang berdua. Toh
JuPe kembali hanya menjual sensualitas tubuh serta dialog penuh
slogan basi seperti, “Tidak mau menjadi perempuan yang hanya
mengenal dapur, sumur, dan kasur!” Sedangkan komika Babe
Cabiita berupaya keras tampil lucu
slapstick, termasuk menceboki anak berak dan setiap mentas selalu
berujung kerusuhan di bawah panggung. Dengan memakai nama Ridho dan
profesi biduan dangdut seharusnya Babe tak perlu sungkan untuk
menyindir habis ambisi sang Raja Dangdut Rhoma Irama.
Konon kabarnya pembuatan film ini
didanai Bupati Cirebon dengan berdalih ingin mengangkat daerahnya,
sebab itulah beliau sempat tampil cameo dalam adegan adu pidato
antar trio caleg.
Joko Nugroho masih perlu belajar
banyak untuk bikin film yang digarap dalam tempo sesingkat mungkin,
berdurasi nyaris dua jam dan segera tayang, apalagi komedi. Pada
tahun 2009 menjelang pemilu juga pernah dibuat dua film; Wakil
Rakyat (sutradara Monty Tiwa, pemain Tora Sudiro) dan Capres
(sutradara Toto Hoedi, pemain Dwi Sasono), yang lebih baik, namun
kurang mendapat sambutan dalam peredaran.
Jauh lebih baik film parodi
Pilihlah Aku (1956) yang dibintangi komedian Bing Slamet dan
menghebohkan pada zamannya. Di antara tiga kandidat, termasuk
Bambang Hermanto, mantan tukang obat ganteng yang lihai berpidato
berapi-api (bak orasi Bung Karno yang kini ditiru Surya Paloh), toh
akhirnya si pahlawan bakiak Bing yang naik ke podium pun gemetaran
tapi terus disetir oleh istri galak yang menjadi pemenang pilihan
masyarakat! Itulah yang membedakan dengan CbA yang ditutup
mengambang, atau dicetuskan JuPe, eh, Sundari, “Semoga kelak dibikin
sequelnya!” *** YaWi
Nilai: 50
|