Playboy Perayu Para TKI di
Taiwan
Produksi :
Bidar Batavia Group Films
Sutradara : Dede C, Randy Deddy
Para Pemain: Jonathan Frizzy, Livy Andriany, Jill Gladys, Afdal
Jusman, Tizza, Vava Adhyaksa, Krisni Dieta
Durasi: 106 Menit
Mulai Tayang : 3 Juli 2014
oleh: Yan Widjaya
|
AGAR
bisa menjadi penerjemah yang handal
Anton ditugasi atasannya untuk memperdalam kemampuannya berbahasa
Mandarin ke Taipei, ibukota Taiwan. Terpaksa ia meninggalkan
istrinya, Jelita, yang tengah hamil. Namun di metropolis yang
tersohor dengan bangunan Taipei 101, pencakar langit tertinggi kedua
di dunia, Anton bersama konconya, Bejo, menjadi playboy yang
memorot dan merayu para TKW Indonesia yang jumlahnya sangat besar di
sana. Anton merajalela dengan berbagai nama samaran, para korbannya
antara lain Sri, Nanik, Anti, bahkan kemudian berkembang dengan
sesama pria juga. Bila terjadi kehamilan, Anton membujuknya untuk
menggugurkan kandungan. Tak urung akhirnya petualangannya terbongkar
dan para korbannya bersepakat untuk membalas dendam. Maka Anton
terperangkap dan dirinya pun tertular virus HIV.
Semua tokoh yang tampil, bukan cuma
Anton, sangat tipis atau malah sama sekali tak bermoral. Mereka
dengan gampang bergonta-ganti pasangan, termasuk si Jelita yang
semestinya menjadi teladan istri setia, setelah diselingkuhi suami
dan menuntut cerai, ia pun menggaet dua lelaki sekaligus ke rumahnya,
padahal baru mempunyai bayi!
Skenario film ini diangkat dari novel
berjudul sama yang ditulis berdasarkan kisah nyata para TKW
Indonesia di Taiwan. Oleh karena itulah lokasi film ini pun
dilakukan di Jakarta dan Taipei, khususnya di pelataran depan Taipei
101 dan setasiunnya. Mungkin pembuatnya ingin menyuguhkan sebuah
film komedi situasi berbumbu seks dengan pesan janganlah sembarangan
mengumbar nafsu birahi. Sayang sekali tergelincir menjadi film drama
murah yang serba tanggung, aspek-aspek kelucuannya sama sekali gagal
hingga tak mampu bikin penonton tertawa. Adegan-adegan yang
merangsang syahwat juga tidak dihadirkan. Namun cacat terbesar
justru pada para pemainnya.
Jonathan Frizzy yang dikenal sebagai
pemain sinetron rasanya sama sekali tak menguasai dasar seni peran,
akibatnya apa pun situasi yang dihadapi selalu menampilkan emosi
serupa. Misal gagal menipu pulsa atau mendadak tahu dirinya mengidap
AIDS, tetap idem aktingnya. Apalagi para pendukungnya yang sebagian
besar belum kita kenal namanya, jelas mereka merupakan pendatang
baru minim pengalaman. Dari sini nyata benar pentingnya pelatihan
bagi para pemain sebelum memulai syuting, karena kalau hanya
mengandalkan wajah dan pengetahuan otodidak belaka tidaklah cukup
kendati mempunyai bakat alami sebesar apa pun. Karena akting mentah
para pemainnya maka film ini sangat terasa bak sayur yang hambar,
jangan lagi mampu mengaduk emosi (!)
Ditambah lagi dengan kebingungan,
siapa sebenarnya yang menyutradarai film ini? Di poster tercantum, a
film by Hasto Broto, tapi pada credit title tertulis dua nama
director yakni Dede C dan Randv Deddy. Kalau Dede C disebut pula
sebagai penulis bukunya, dua nama lainnya sama sekali masih asing
dalam dunia film lokal hingga kerja mereka pun sangat terasa masih
amatiran… *** YaWi
- Nilai: 50
Review oleh:
Yan Widjaya, seorang wartawan film senior, pengulas, penulis, dan
novelis.
Twitter @yan_widjaya
|