
TIGA bocah;
Alex, Tuck, dan Munch, hidup di kota kecil di pinggiran kota judi
Las Vegas yang sebentar lagi akan mati karena hampir semua
penduduknya hijrah ke kota lain. Daerah mereka memang digusur
Pemerintah yang akan bikin jalan tol melintasi gurun pasir. Maka
untuk kenang-kenangan, Alex dengan kamera mininya ingin merekam sisa
kebersamaan mereka sebelum berpisah. Mereka mengayuh sepeda berlomba
ke luar kota, mengikuti petunjuk aneh lewat handphone tua sampai di
padang sepi gelap gulita menemukan benda mirip boneka. Bukan robot
kecil tetapi alien dari angkasa luar yang terdampar di bumi. Tiga
sekawan membawa alien yang dinamai si Echo ke rumah.
Menyembunyikannya dari orang tua mereka. Namun kemudian Emma
memergoki dan ikut bergabung. Emma adalah gadis praremaja, anak
tetangga yang genit dan biasa membantu ibunya melayani tamu di bar
mereka.
Ternyata Echo
ingin merakit pesawat yang bisa membawanya pulang ke planet asalnya.
Sementara Kepolisian dan para ahli angkasa luar mulai bergerak untuk
melacak jejak alien di sekitar kawasan tersebut. Cerita selanjutnya
berkutet pada upaya keempat anak untuk melindungi si Echo dari
pencarian pihak yang berwajib sekaligus membantunya merakit pesawat
baru dari puing-puing. Semua yang terjadi direkam dengan kamera mini
Alex.
Sinopsis di
atas mau tak mau mengingatkan pada film legendaris karya Empu Steven
Spielberg, E.T. the Extra-Terrestrial (1982) yang dibintangi
oleh Drew Barrymore, Henry Thomas dan C. Thomas Howell, saat mereka
masih anak-anak. Namun berbeda dengan film luar biasa yang digarap
dengan ketelitian detail tingkat tinggi kaliber Spielberg, maka film
Earth to Echo ini jelas merupakan produksi indie yang murah,
irit biaya dan sangat bersahaja penggarapannya.
Padahal semula
merupakan proyek Walt Disney Pictures namun kemudian dijual
ke Relativity Media dan dirampungkan Panay Films
dengan bujet sangat murah (untuk produksi film Amerika tentunya)
hanya $ 13 juta. Biaya terbesar bukan untuk membayar honor para
pemain, empat anak-anak yang bukan bintang professional, serta tiada
satu pun pemain dewasa yang punya nama. Mungkin dihabiskan untuk
merancang sebuah pesawat antariksa setelah semua onderdilnya
berlompatan ke luar dari dalam tanah untuk menyatu dan mengambang di
angkasa, tanpa seorang pun penduduk yang melihatnya kecuali keempat
anak dan ibu Alex yang berteriak-teriak. Bahkan para petugas pun
tidak menyaksikan pesawat besar yang melesat lenyap dalam sekejap
mata. Namun hasil distribusi dari bioskop-bioskop Amerika saja,
dalam tempo tiga minggu sudah meraup $ 34 juta, dus ketiban durian
runtuh!
Gaya bertutur
sutradara Dave Green dibuat
seolah-olah dokumenter rekaman kamera portable ala film-film
dokumenter horror Paranormal Activity. Sudah begitu sang Echo
juga sama sekali tak memamerkan kecanggihan, benar-benar mirip robot
mainan boneka burung hantu. Tak urung pesan moralnya tetap terasa,
persahabatan di masa kanak-kanak akan tetap abadi dikenang sepanjang
masa. Dan walau Alex, Tuck, Munch, Emma berpisah, bahkan juga dengan
Echo yang nun telah berada jauh di planet antah berantah, toh tetap
ada perasaan hangat persahabatan… *** YaWi
Nilai: 50
|