BOLEHKAH
seorang gadis mencintai dan ingin memiliki lelaki yang diketahuinya
telah menjadi suami wanita lain untuk menjadi suaminya sendiri?
Tidak perlu seorang motivator selevel Mario Teguh untuk menasihati,
karena setiap orang tua yang berpikiran waras akan bilang, “Seperti
tidak ada lelaki lain saja?!” Memang, semua ibu pun akan menentang
dengan dalih, “Janganlah menari di atas penderitaan orang lain!”
Tapi itulah
keyakinan Arumi, tokoh utama film ini. Gadis cantik, sederhana dan
sekilas nampak lembut padahal berwatak teramat keras kepala. Ia
jatuh hati pada mahasiswa senior Lukman sejak masa ospek, ketika
masih ABG baru masuk kuliah. Dan baginya sekali jatuh cinta, tak
bisa lagi beralih ke lain hati. Padahal Lukman bersikap biasa saja
pada mahasiswi junior ini, apalagi ia punya kekasih, Jean, yang akan
segera dinikahi.
Bertahun-tahun
kemudian, Arumi bertemu kembali dengan Lukman di kampus tempat
mereka kuliah. Lukman menjadi dosen, sedangkan Arumi aktif membantu
semua kegiatan kampus termasuk menjadi asdos. Pertemuan mereka
justru makin meyakinkan Arumi untuk mendapatkan Lukman, kendati
mesti menerobos takdir. Namun bagaimana dengan Jean alias Nyonya
Lukman? Mestikah disingkirkan atau diceraikan? Tegakah Arumi merebut
suami orang dan meraih kebahagian mutlak sebagai istri muda Lukman?
Pada masa kini
banyak televisi punya program FTV (Film Televisi) atau TVM (Televisi
Movie), film cerita khusus untuk teve dalam format mirip film
bioskop, baik durasi yang berkisar antara 70 sampai 80 menit, maupun
para pemain dari bintang-bintang top, untuk menyebut beberapa nama
antaranya Prisia Nasution (saking banyaknya hingga dijuluki Ratu FTV),
Marsha Timothy, Vino G. Bastian, Ramon J. Tungka, Dwi Sasono, Ringgo
Agus Rahman, bahkan Lukman Sardi pun tak jarang tampil. Kualitas
akting mereka ditambah skenario yang ditulis dengan baik dan arahan
sutradara yang tak sembarang, membuat FTV menjadi tontonan gratis
yang cukup menghibur.
Setiap hari
ada FTV baru, malah beberapa setasiun teve menayangkan lebih dari
tiga judul per hari. Otomatis FTV jadi saingan berat film bioskop,
khususnya genre drama. Oleh sebab itulah berulang kali penulis
berusaha mengingatkan produser, “Buatlah film bioskop yang lebih
baik daripada FTV!”
Toh
kenyataannya mesti diakui banyak mutu film bioskop berada di bawah
FTV. Kalau sudah begini, lalu tidak mendapatkan sambutan dari
penonton alias flop, siapa yang disalahkan?
Contoh
terdekat adalah film ini yang bukan diangkat dari novel bertajuk
sama karya Taufiqurrahman al-Azizy, hanya kebetulan sama judul.
Ma’rifat artinya adalah keyakinan yang teramat sangat kuat, bahwa
pada suatu saat yang diingininya akan terkabul.
Tiga tokoh
utama film ini diperani tiga pendatang; Waqid Shebly,
Intan Permatadewi, dan
Ryan Putri, yang setahu penulis belum
pernah main film, mungkin berpengalaman alakadarnya lewat sinetron
atau ftv. Hanya tiga pendukung yang agak dikenal, yakni dua pemain
sinetron senior Tety Liz Indriati
dan Misye Arsita, berperan
sebagai dua ibu, serta Aldo Bamar
yang memerani dokter. Selain para pemain, begitu pula sutradara
Fernes Fariana termasuk nama
baru yang sama sekali asing. *** YaWi
Nilai: 45
|