Lima Sekawan Menyelamatkan Anak Gajah Sumatra
Produksi: Falcon Pictures
Sutradara: Hermawan Rianto
Para Pemain: Valerie Teresa
Thomas, Kesha Ratuliu, Endy Arfian, Aikhal Mukhlis, Gusti Laskar
Ferdiansyah, Julian Kunto, Marsya Sitakara Adiyuta, Yama Carlos,
Dorman Borisman
Durasi: 75 Menit
Mulai Tayang: 26 Juni 2014
oleh: Yan Widjaya
|
DIAWALI
dengan informasi mengenai gajah
Sumatra yang menyusut dengan cepat akibat berbagai perbuatan manusia,
termasuk menebas hutan, membunuhi hewan terbesar itu dengan
semena-mena, maka dimulailah film ini dengan adegan penggrebekan
yang dilakukan polisi ke sebuah pondok di hutan yang mencurigakan.
Ditemukan jejak kaki anak gajah yang menghilang dari lokasi tersebut.
Bersamaan tidak terlalu jauh dari TKP lima orang anak merencanakan
berkemah, namun mereka ketakutan melihat semak bergoyang dan
bertemulah mereka dengan seekor anak gajah menyusul juga seorang
pawang yang ketakutan.
Batal berkemah, lima sekawan membawa
si anak gajah dan pawangnya ke pasar malam kampung yang dikelola
oleh pak Dorman. Ternyata si pawang ketakutan karena ada dua lelaki
bertampang seram yang membuntutinya. Ketika pak Dorman menelepon
polisi, justru si pawang membawa kabur anak gajahnya ke hutan lagi.
Lima sekawan pun mengikutinya. Polisi menduga si pawang akan dibunuh
untuk melenyapkan saksi oleh sindikat penyelundupan binatang langka.
Mungkin saking ketakutan, si pawang hilang akal, daripada minta
perlindungan polisi malah memilih kabur-kaburan tak genah, tanpa
tujuan jelas. Dua orang pemburunya pun disergap dengan gampang oleh
anak buah pak Dorman, tapi bisa melarikan diri lagi (oleh karena ini
rasanya judul lebih tepat diganti menjadi Para Pemburu Pawang Gajah
saja, sesuai dengan peristiwanya).
Toh hakekatnya ketegangan dan
kelucuan bisa dijalin dengan baik untuk memikat penonton, khususnya
anak-anak sebagai tontonan pada masa liburan sekolah, namun
sutradara Hermawan Rianto
belum berpengalaman untuk menggarap adegan-adegan filmis bermuatan
emosi, bahkan sama sekali tiada adegan yang bisa bikin penonton
tertawa kendati ada scene anak gajah mandi di sungai. Para
pemain anak-anak sebagian terbesar adalah pendatang baru seperti
Valerie Teresa Thomas (dari
namanya ketahuan kalau ia adalah putri pemain sinetron Jeremy
Thomas) dan Kesha Ratuliu (mungkin
anak artis sinetron Mona Ratuliu?), kecuali Endy Arfian
yang sudah berpengalaman (antara lain bermain dalam film-film The
Perfect House, Berandal-berandal Ciliwung dan sinetron).
Dari barisan pemain dewasa pun
demikian, hanya Yama Carlos
yang kebagian peran sebagai seorang polisi hutan, dan Dorman
Borisman yang sudah terbilang aktor
senior.
Film ini berlokasi syuting di Way
Kambas, Sumatra Selatan, tempat asli habitat gajah, justru
menempelkan dokumentasi saat sang anak gajah bercengkerama dengan
induk dan kawanannya setelah cerita usai (epilog). Tentu jauh lebih
menguras emosi bila adegan tersebut dipasang pada prolog film,
berlanjut dengan upaya para penjahat untuk menculik dan
menyelundupkannya, disusul jatuh-bangunnya lima sekawan demi
menolongnya.
Tujuan mulia dan terpuji
Falcon Pictures, sebagian hasil
penjualan tiket bioskop dari seluruh Indonesia akan disumbangkan
kepada WWF Indonesia. Sebenarnya bahan-bahan untuk membuat film ini
cukup baik, namun karena skenarionya hanya ditulis dengan kemampuan
ala kadarnya belaka maka semuanya tersia-sia dengan percuma, sayang
sekali. Padahal di Bollywood ada keyakinan, bahwasanya sebuah film
yang menampilkan gajah (penjelmaan dewa ganesha, pujaan penganut
agama Hindu) pasti akan sukses, namun rasanya tidaklah demikian
untuk film ini… *** YaWi
- Nilai: 50
|