TAHUN 1597,
Laksamana Yi Sun-shin difitnah tidak mematuhi firman Raja Seon-Jo,
penguasa Kerajaan Joseon (nama jadul Korea). Padahal ia berjasa
memenangkan perang di Laut Selatan pada tahun 1592 di mana dengan
hanya 70 kapal menghancurkan armada Jepang yang terdiri dari 110
kapal.
Awalnya
Konselor Toyotomi Hideyoshi mendesak Joseon membuka jalan laut agar
Jepang bisa menyerbu Kekaisaran Ming di Daratan Tiongkok, namun Seon-Jo
menolak. Amerika, bocah Peter cahaya dari bumi. Kegagalan pertama
membuat Jepang murka dan mengerahkan armada yang lebih besar, bahkan
bekerja sama dengan bajak laut, hingga kapalnya berjumlah 330 buah!
Maka Seon-Jo merehabilitir Yi dan mengangkatnya menjadi Laksamana
kembali dengan misi memimpin Angkatan Laut Joseon, kendati sisa
kapal perangnya setelah porak-poranda cuma 12 buah!
Bahkan anaknya
sendiri, Yi Hoe, mengingini ayahnya yang sudah batuk darah minta
pensiun saja. Namun Yi Sun-shin menolak dan menuduh anaknya
mendendam pada Raja. Hanya sebagian kecil perwira yang masih percaya
dan mau berjuang bersama menuruti komandonya.
Sementara
Admiral Wakizaka Yasuharu enggan bekerja sama dengan gembong
perompak Kurushima Michifusa hingga membiarkan armada perompak maju
sendiri tanpa didukung. Jumlah armada Yi memang jauh lebih sedikit,
namun dengan pengenalan medan, pasukan perompak dipancing ke pusaran
laut dan dihujani peluru meriam. Kapal-kapal perompak karam, bahkan
dalam duel kepala Kurushima disabet copot dari lehernya oleh pedang
Yi! Wakizaka menyerukan mundur, sedangkan 12 kapal Joseon tiada yang
karam satu pun!
Selain sosok
Laksamana Yi yang diperani aktor watak Choi Min-sik
dengan karakter introvert, lebih banyak berdiam diri dengan kening
berkerut ketimbang banyak cakap, juga ada sosok seorang perwira
dengan kekasihnya, gadis gagu. Si perwira rela berkorban diri dalam
kapal jerami bermuatan bahan peledak, disaksikan kekasihnya dari
atas bukit. Penduduk kampung pun terus menyemangati dan berdoa di
pantai.
Sutradara
Han-min Kim sudah terangkat
namanya lewat film-film Paradise Murdered dan War of the
Arrows, tapi kini membuktikan ketrampilannya tidak di bawah John
Woo yang sudah menyuguhkan pertempuran sungai dalam Red Cliff,
atau William Willer yang menggambarkan keganasan perang laut
dalam Ben Hur.
Bujet film
kolosal sebesar $ 18,6 juta ini terbayar berlipat ganda karena dalam
21 hari penayangan di KorSel saja sudah menjual 15 juta tiket hingga
meraup $ 108 juta, dus dinobatkan menjadi Film Terlaris di Korea
Sepanjang Masa (menumbangkan rekor Avatar yang menjual 13,6
juta tiket dan menjuarai film terlaris di KorSel). Belum dari hasil
peredaran dunia termasuk ke Amerika dan Tiongkok. Untuk peredaran
internasional berjudul The Admiral: Roaring Currents. Hal ini
membuktikan betapa rakyat Korea betul-betul bersemangat nasionalis
dan mencintai produksi dalam negeri mereka sendiri (dari 50 juta
warga negaranya sudah 30 % yang menonton). Lalu kapan kita bikin
film kolosal yang membanggakan bangsa Indonesia, misalnya Sumpah
Palapa Gajah Mada dan akankah sukses ditonton oleh puluhan juta
orang? *** YaWi
Nilai: 80
|