HANS,
pemuda Serui, Papua, punya kebolehan
menggocek bola, hingga diundang menjadi pemain professional ke
Jakarta. Tahu-tahu ia telantar dengan kaki pincang, malu pulkam,
malah jadi gelandangan tuna wisma yang nyaris bunuh diri saking
putus asa. Justru saat itulah ia bertemu Mak yang pulang belanja
dari pasar. Mak mengajaknya ke lepau yang dikelolanya bareng koki
Parmanto dan si bujang Natsir. Bahkan Mak turun tangan sendiri
memasakkan gulai kepala ikan kakap untuk Hans yang disantap dengan
lahap serta mengingatkannya pada gulai ikan kuning yang dulu sering
dimasaknya untuk anak-anak panti asuhan di Serui.
Mak bertiga
hijrah ke ibukota setelah Padang diamuk Tsunami yang meratakan
restoran mereka. Ternyata di mata Emak si pemuda Serui tak ubahnya
mendiang putranya. Lewat berbagai konflik kecil karena Parmanto
menolak kehadirannya, dan Natsir setengah hati, justru kemudian Hans
belajar memasak masakan Padang serta menjadi koki handal bagi lepau
tersebut setelah Parmanto berkhianat dengan beralih menyeberang ke
restoran mewah Chaniago yang dibangun tepat di depan lepau Takana
Juo…
Tak pelak lagi
film ini digarap dengan cermat dan teliti, memenuhi persyaratan
sebagai sebuah film yang baik dalam segi artistik, dan akan mendapat
banyak sanjungan dari berbagai festival. Produser Sheila
Timothy dengan LifeLike Picturesnya
sebelumnya memproduksi dua film berthema thriller yang
berlumur darah; Pintu Terlarang dan Modus Anomali (keduanya
garapan Joko Anwar), kini beralih bikin drama-komedi dengan
sutradara anyar Adriyanto Dewo
yang memang baru pertama kali mengarahkan utuh sebuah film.
Kendati
minimalis, pemain hanya empat orang, namun mereka menampilkan akting
terbaik. Sang tokoh utama, Hans, diperani pendatang gres asli Papua,
Jimmy Kobogau. Emak,
satu-satunya tokoh wanita oleh aktris senior Dewi Irawan
(yang walau kelahiran Jakarta, toh ibunya, aktris veteran Ade Irawan,
semua orang tahu berasal dari SumBar). Sebagai Parmanto (konon
singkatan Pariaman-Sawahlunto) diperani pelatih teater Yayu
Unru (dari marganya gamblang orang
Makassar!). Sedangkan Natsir oleh Ozzol Ramdan
yang asli Sunda (namun berpengalaman main ratusan episode serial
komedi situasi Suami-suami Takut Istri sebagai si suami
Padang).
Kekuatan film
terletak pada skenarionya Tumpal Tampubolon
yang bersahaja namun berisi. Boleh dipuji sebagai film kuliner
pertama Indonesia yang memasukkan nilai-nilai sosial budaya kuliner
ke dalam cerita. Bagi sineas luar film kuliner bukan hal baru; dari
perfilman Mandarin ada Eat Drink Man Woman (Ang Lee), The
God of Cookery (Stephen Chow), juga film Singapura, Chicken
Rice War dan Hainan Chicken Rice (Sylvia Chang), bahkan
ada animasi Ratatouille, si tikus jago masakan Prancis.
Padahal
Tabula Rasa berasal dari ungkapan bahasa Latin yang berarti,
“Kesempatan untuk memulai sesuatu yang baru tanpa prasangka”.
Diperindah dengan lagu-lagu lawas yang nyaris terlupakan; Iseng
Bersama (Sam Saimun), Mak Inang Pulau Kampai (Orkes
Tropicana Medan), dan Teluk Bayur (Ernie Djohan), yang
didendangkan sayup-sayup merdu sebagai latar belakang adegan.Sayang,
kendati didukung oleh persatuan rumah makan Padang sekali pun
nampaknya masyarakat luas masih belum bisa menyambut film ini
sebagai tontonan yang bergizi untuk dilahap bagi kita semua… ***
YaWi
Nilai: 70
|