THE FAULT IN OUR STARS |
|
Kisah Cinta Sepasang Remaja Penderita Kanker nan Mengesankan
Produksi: 20th Century Fox
|
|
DIANGKAT dari novel berdasarkan kisah nyata karya John Green yang bercokol di peringkat pertama New York Times Bestseller List selama 160 minggu berturutan. Itu modal utama, tapi tentu mesti didukung skenario apik, penyutradaraan rapi Josh Bone, serta akting sepasang pemeran utamanya yang mampu mengaduk emosi; Shailene Woodley dan Ansel Elqort (Catatan: kedua bintang muda ini sudah bermain kompak sebagai adik dan abang kandung dalam film full action remaja di awal tahun, Divergent, kini berkembang menjadi sepasang kekasih). Bintang muda lainnya, Nat Wolff kebagian peran Isaac, pemuda yang buta matanya akibat kanker namun tetap kocak. Didukung artis senior Laura Dern sebagai ibu yang tabah, serta aktor watak Willem Dafoe sebagai novelis yang melarikan diri dari kenyataan dan bersikap nyebelin banget terhadap Hazel, penggemar beratnya.Hazel Grace Lancaster, gadis 16 tahun pengidap kanker, bertemu Augustus Waters, pemuda yang telah diamputasi sebelah kakinya karena kanker tulang. Mereka berkenalan dalam sesi pertemuan para pengidap penyakit kanker untuk saling mendukung. Sejak pandangan pertama keduanya sudah saling tertarik dan tumbuhlah cinta kasih yang mengobarkan semangat mereka untuk terus hidup setelah sempat apatis menghadapi masa depan.Satu-satunya cita-cita Hazel yang mukim di Indianapolis, hanyalah ingin bertemu dengan novelis Van Houten yang dipujanya setelah membaca buku An Imperial Afflictions yang dirasakannya belum tuntas ceritanya. Gus yang semula hanya menyukai fiksi, ikutan membaca dan lewat internet berhasil melacak si novelis kini hidup bagai pertapa di Amsterdam. Tidak sedikit biaya akomodasi dari Amerika ke Belanda, namun orang tua Hazel rela menguras tabungan dan dengan segala kerepotan medis Hazel dan Gus bisa juga terbang ke Amsterdam. Di luar dugaan sikap Van Houten teramat sinis terhadap fansnya yang jauh-jauh menyambangi. Keruan Hazel kelewat mengkal, namun kekecewaannya terlipur oleh Gus yang mengajaknya meninjau rumah Anne Frank. Disinilah untuk pertama kalinya mereka berkecupan, bahkan berlanjut dengan memadu kasih tanpa memedulikan kanker ganas di tubuh mereka…Adegan percintaan digarap dengan lembut tanpa birahi vulgar hingga terkesan mendalam dan membasahi mata. Inilah juga salah satu rahasia kelarisannya. Di samping adegan-adegan mengharu biru seperti saat Gus menyiapkan pidato upacara kematiannya yang dibacakan si sahabat buta, Isaac. Pesan film ini terasa kuat, betapapun menderitanya, sesakit apa pun, lihatlah masih ada yang lebih menderita, lebih sakit, namun mereka mampu mendadanya dengan jiwa besar dan lapang. Betulkah nasib buruk sudah ditakdirkan lewat bintang?Empat lagu indah menghiasi, salah satunya Boom Clap gubahan Charli XCX dinyanyikan Shae, penyanyi kita yang albumnya dirilis Warner Music Indonesia. Lagu itu berkumandang saat Hazel dan Gus bertamasya di kanal Amsterdam.
Hasilnya, film berbujet kecil ini (untuk
ukuran Hollywood) diperkirakan hanya $ 12 juta, telah mengeruk $ 42
juta dalam seminggu, dan meraup $ 105 juta (20 hari) dari
bioskop-bioskop Amerika. Terbukti selera anak muda Jakarta pun
serupa dengan New York, karena bioskop-bioskop lokal juga dijubeli
penonton, menyaingi sukses komersil Transformers! *** YaWi
|
|
Review oleh: Yan Widjaya, seorang wartawan film senior, pengulas, penulis, dan novelis.Twitter @yan_widjaya |
|