REMAJA
Yasmine, siswi SMA aktif, hidup
berdua ayahnya, Fahri, yang tetap menduda sepeninggal istrinya.
Sayang, karena Fahri hanya pegawai negeri perpustakaan, ia tak mampu
membiayai putrinya ke sekolah favorit mahal (tingkat kemakmuran
Brunei dipamerkan Yasmine lewat mobil pribadi Morris yang termasuk
mewah di Jakarta!).
Karena memuja Adi, juara silat
internasional di London, dan bersaing dengan Dewi, maka Yasmine
mengambil kurikuler silat di sekolah barunya. Hanya dua murid lain;
Ali dan Nadia, yang dilatih Tong Lung (yang hanya berkipas
malas-malasan). Yasmine berambisi mengikuti kompetisi kejuaraan
silat remaja tingkat nasional dengan mengajak dua sahabatnya mencari
tambahan ilmu dari luar sekolah.
Padahal Fahri melarang keras putrinya
bersilat, bahkan memaksanya belajar mengaji pada bu Nurma setiap
hari. Toh dengan cerdik Yasmine berhasil merayu guru mengajinya dan
mendapatkan ilmu baru dari pendekar Jamal yang telah lumpuh kakinya.
Lantas demi menghadapi kelihaian Dewi, Yasmine pun tak segan
berlatih jurus maut pada Datuk Hitam yang dikucilkan kalangan
pendekar. Justru itulah jurus terlarang yang dulu digunakan Fahri
pada sahabatnya sendiri!
Belakangan sering terjadi salah
kaprah, film impor dianggap film lokal karena didukung pemain
Indonesia. Untuk menyebut beberapa judul antaranya: Dead Mine,
Java Heat, Philosopher, dan sekarang film ini yang
merupakan produksi perdana Brunei Darussalam. Toh hakekatnya selain
dibiayai Kerajaan dan disutradarai oleh Siti Kamaluddin
bersama action-director Chan
Man Ching (penata laga dari Hong Kong
yang antara lain menata trilogi Rush Hour dengan Jackie
Chan), terasa nyata perbedaan penggarapan kedua sineas, Siti
menekankan pada drama dan pengenalan karakter setiap tokoh,
sedangkan Chan dengan tempo cepat menata koreographi laga, bukan
cuma di arena pertandingan tapi juga ketika Yasmine melabrak tiga
sam-seng (preman) di pantai. Kendati baru pertama menyutradarai
jelas Siti telah membuktikan bakatnya. Begitu pula dengan pelakon
utama Liyana Yus dan pendukung
Nadiah Wahid (sebagai Nadia)
yang asli Brunei. Sebagian besar pemain adalah artis Indonesia, dari
Reza Rahadian (yang terlalu
muda untuk memerani tokoh ayah), Dwi Sasono
(suhu Tong Lung), Agus Kuncoro
(pendekar Jamal), dan Roy Sungkono
(Ali).
Beberapa artis Malaysia juga kebagian
peran seperti Dian P. Ramlee (putri
aktor legendaris P. Ramlee), Nabila Huda,
Aryl Falak, dan Dato’ M
Nasir.
Sedangkan skenario yang ditulis
Salman Aristo mengingatkan
pada keceriaan siswi SMA ala Ada apa dengan Cinta? Toh mau
tak mau terasa persamaannya dengan trilogi The Karate Kid
kreasi John G. Avildsen yang dibintangi Ralph Macchio dan Pat
Morita. Disemarakkan lagi oleh soundtrack Menang Demi Cinta
oleh grup Nidji.
Sebagai sesama rumpun Melayu, antara
bahasa Brunnei dengan Indonesia memang serupa hingga tanpa dibubuhi
teks subtitle pun penonton mampu memahami.
Tak urung kebolehan film yang bikin
silat terlihat keren ini mesti dirasakan sebagai tamparan bagi
sineas Indonesia, karena setelah silat diangkat sutradara Inggris,
Gareth Evans, lewat Merantau, kini oleh sineas wanita dari
negeri jiran! Semoga Siti, Chan, Liyana, dan timnya tak berhenti
sampai di sini, dan berlanjut dengan sequel, misal pertandingan
internasional yang digelar di Jakarta, serta terungkapnya misteri
Datuk Hitam dengan jurus-jurus mautnya. Kita tunggu! *** YaWi
Nilai: 75
|