7 Bulan Perang Gerilya Demi Republik Indonesia
Produksi : Padma Pictures
Sutradara : Viva Westi
Para Pemeran: Adipati Dolken, Ibnu Jamil, Mathias Muchus, Lukman
Sardi, Baim Wong, Nugie, Landung Simatupang, Annisa Hertami, Gogot
Suryanto, Henky Solaiman
Durasi: 126 Menit
Mulai Tayang : 27 Agustus 2015
oleh: Yan Widjaya
|
DALAM
pemilihan Panglima Besar TNI,
Jenderal Soedirman mendapatkan suara tertinggi melampaui saingan
terdekatnya, Jenderal Oerip Soemohardjo, kendati usianya jauh lebih
muda. Dan Republik Indonesia yang baru dilahirkan pun menghadapi
situasi gawat karena agresi militer Belanda yang dipimpin Jenderal
Spoor merangsek ke Jogjakarta yang merupakan ibu kota darurat.
Lapangan terbang Magoewo dibombardir pesawat terbang Belanda.
Presiden Soekarno dan Wapres Hatta ditangkap serta dibuang ke Bangka.
Namun Soedirman yang mengidap TBC hingga hanya satu paru-parunya
berfungsi, pantang menyerah. Ia memimpin pasukan TNI melancarkan
perang gerilya demi membuktikan Republik Indonesia masih ada dan
kuat. Selama tujuh bulan dalam radius seribu kilometer dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur, Soedirman terus diburu pasukan Belanda dari
pelosok ke pelosok, selalu terhindar, bahkan balas menyerang hingga
Spoor kewalahan…
Itulah inti cerita film ini yang
skenarionya ditulis bareng TB Deddy Safiudin
dengan sutradara Viva Westi.
Didapuk muntuk menghidupkan kembali sang jenderal, aktor muda
Adipati Dolken (24) yang menyabet
piala Citra Pemeran Pendukung Pria Terbaik FFI 2013 lewat Sang
Kiai. Filmographinya meliputi 18 judul film yang sebagian besar
bergenre drama. Dengan perawakan jangkung kurus, Adi secara fisik
pas memerani Soedirman, bahkan berlatih menembang kidung Jawa untuk
sebuah adegan. Penghayatannya sebagai panglima yang berwibawa,
cerdas, berkharisma cukup memadai, kecuali berwajah kelewat bersih,
kurang kuyu sebagai penderita penyakit paru-paru akut! Dalam banyak
adegan, ia ditandu malah digendong naik-turun gunung untuk
menghindari Belanda. Sempat pula mengecoh pemburunya dengan menyamar
sebagai kiai yang memimpin zikir.
Ajudan setianya, Kapten Nolly (Tjokropranolo)
diperani Ibnu Jamil. Sebarisan
aktor ternama memerani tokoh nyata; Baim Wong
(Presiden Soekarno yang memanggil Soedirman dengan sebutan Dimas),
Nugie (Hatta), Mathias
Muchus (tokoh sosialis Tan Malaka
yang menemui akhir tragis), Landung Simatupang
(Oerip Soemohardjo), dan Lukman Sardi
(penyiar legendaris RRI Jusuf Ronodipuro). Satu-satunya pemeran
wanita, Annisa Hertami,
sebagai Alfiah, istri Soedirman, yang tampil dalam satu scene
perpisahan.
Perlu dicatat menonjolnya tokoh fiksi
seperti remaja gelandangan Karsani yang berani menyambit tentara
Belanda dengan batu (diperani menarik oleh pemain temuan Garin
Nugroho, Gogot Suryanto, walau
mengulang perannya dalam Soegija), dan pengkhianat Kunto (Anintriyoga
Dian P) yang tak ubahnya Judas Iskariot.
Film bukan semata-mata mengenai tokoh
Soedirman tapi juga menggambarkan perbedaan antara TNI dengan
tentara liar yang justru memanfaatkan kondisi kacau dengan merampok.
“Kita tentara, kita punya martabat!”
tegas Jenderal Soedirman yang tak kenal menyerah kendati amunisinya
terbatas. Berbeda paham dengan Presiden bukan masalah, karena
kesetiaan Soedirman pada Republik Indonesia patut dijadikan suri
tauladan. Tercatat kemudian Jenderal Soedirman mangkat dalam usia
masih muda, baru 34 tahun, pada tanggal 29 Januari 1950.
Secara keseluruhan produksi bersama
Markas Besar AD, Yayasan Kartika Eka Paksi, Persatuan Purnawirawan
AD, dan Padma Pictures, yang konon berbujet Rp 12 M ini berhasil
menjadi film epik perjuangan yang cukup menarik, berisi, serta patut
ditonton oleh generasi muda yang mungkin hanya mengenal Soedirman
sebagai nama jalan yang ada di setiap kota di republik ini… *** YaWi
Nilai: 70
|