AMIRA
guru kursus bahasa Inggris cantik
diiming-imingi hadiah kenang-kenangan sebuah tas mewah oleh muridnya,
si gadis Jepang seksi Suchin, yang akan hijrah ke Amerika. Syaratnya
hanya menyampaikan pada kekasih Suchin, pemuda Indo-Betawi Juki yang
kasar dan tidak becus berbahasa Inggris. Selama berhubungan Juki dan
Suchin hanya menggunakan bahasa isyarat, termasuk ajakan tidur.
Ditinggal Suchin, keruan Juki penasaran, ia memaksa Amira
mengajarinya bahasa Inggris karena bertekat menyusul. Bersamaan ada
pula Taufan, pemuda perlente congkak yang sengaja ikut kursus hanya
untuk menggaet hati Amira. Tetek bengek kemelut inilah yang mesti
dibereskan oleh tokoh kita…
Cerita-skenario film ini diadaptasi
dari komedi-romantis Thailand yang luar biasa sukses I Fine…
Thank You Love You (2014) karya Mez Tharatorn yang mesti diakui
sangat lucu di samping bermutu tinggi. Karena kelarisannya itulah
produser Raam Punjabi dari
Multi Vision Plus punya ide, membeli copy-rightnya untuk
dialihkan menjadi sebuah film Indonesia. Sebagai pengarahnya, Raam
mendapuk Sridhar Jetty yang
sudah sering menyutradarai serial sinetron produksinya. Lantas untuk
para pemerannya diseleksi bintang-bintang muda yang dirasa cocok.
Trio pemain utama film aslinya adalah:
Preechaya Pongthananikorn (sebagai Pleng, si guru kursus bahasa
Inggris), Sunny Suwanmethanon (si preman Yim), dan bintang sensual
Sora Aoi (si gadis Jepang Kaya), ketiganya kompak dan sangat
meyakinkan aktingnya. Sekarang mereka diduplikat oleh Chelsea
Islan (sebagai Amira), Hamish
Daud (Juki), dan RR Melati
Pinaring (Suchin) yang terus terang
berakting garing. Jadi kalau saat menonton film Thailand tersebut,
seisi bioskop terus-menerus ger-geran ramai bak pasar malam PRJ oleh
tawa seantero penonton, maka untuk film duplikatnya berubah menjadi
sesenyap kuburan pada tengah malam Jumat Kliwon…
Di mana letak kesalahannya kalau para
pemain sudah berupaya keras menirukan akting para pemain aslinya?
Kemungkinan besar karena terasa sekali kepalsuannya hingga sama
sekali tidak membumi. Cuma mencomot adegan-adegan kocak belaka tanpa
mengisinya dengan ruh atau sukma hingga tinggal wadag kosong, tak
ubahnya wayang boneka belaka…
Menengok sejarah film Indonesia, 55
tahun lalu, Djamaluddin Malik, produser Persari Films, pernah
membeli sebuah film drama terlaris Pakistan, namun ia tak pernah
mengedarkannya untuk umum di bioskop, melainkan mengadaptasinya
menjadi sebuah film Indonesia dengan para pemain lokal yang
berakting persis plek aslinya. Hasilnya, Juwita, menjadi film
Indonesia terlaris pada era 1960-an! Kemungkinan terbesar karena
adat budaya Pakistan nyaris mirip dengan Indonesia hingga terasa
membumi.
Film adaptasi memang bukan hal langka,
sejatinya bisa terbagi menjadi tiga kategori. Yang pertama, adaptasi
yang setara bagusnya dengan aslinya, contoh klasik adalah
Sembilan (Wim Umboh/1967) dan Magnificent 7 (John Sturges/1960)
dengan 7 Samurai (Akira Kurosawa/1954).
Pada masa kini ada The Departed
(Martin Scorsese/2006) dengan Infernal Affair (Andrew
Lau/2002). Yang kedua, bahkan boleh dipuji lebih ngetop ketimbang
aslinya seperti Kuch Kuch Hota Hai (Karan Johar/1998) dari
Somekind of Wonderful (Howard Deutch/1987). Sayang sekali
mengenai film LY2N ini sejujurnya bukan termasuk kedua
kategori di atas karena tak sebanding dengan film orisinilnya… ***
YaWi
Nilai: 50
|