Di
tanah air, film bertema TNI tengah naik daun. Setelah I Leave My
Heart in Lebanon dirilis akhir tahun lalu, kini Tebe Silalahi
Pictures kembali memproduksi film bertema TNI yaitu, Merah Putih
Memanggil menandai kali ke tiganya produksi dari TeBe Silalahi
Pictures. Mengisahkan masa-masa ketika Panglima TNI Jenderal Gatot
Nurmantyo masih berpangkat kapten, film ini mengajak masyarakat
untuk melihat keandalan pasukan elite TNI dalam menghancurkan aksi
teror. Kapten Nurmantyo diperankan oleh Maruli Tampubolon. Dia
dikisahkan memimpin para prajurit yang berasal dari satuan elite TNI,
yaitu Kopassus Angkatan Darat (AD), Marinir Angkatan Laut (AL), dan
Paskhas Angkatan Udara (AU), dalam operasi pembebasan sandera.
Proses syuting film ini memakan waktu 49 hari di daerah Gunung
Bundar Selatan, Bogor dan Pantai Anyer, Banten dan sekitarnya. Film
ini disutradarai Mirwan Suwarso yang telah menyutradari film
“Susahnya Jadi Perawan” (2008) dan Film “Golden Goal” (2012) dan
juga beberapa kali menggelar pertunjukan teater modern seperti
Jabang Tetuko, Gatot Kaca Jadi Raja, Arjuna Wiwaha, Gatot Kaca
Kembar dan Hanoman.
Merah Putih Memanggil menceritakan
kasus pembajakan kapal pesiar dengan bendera Indonesia. Pembajakan
dilakukan oleh teroris bernama Diego (Ariyo Wahab). Diego menyandera
kapten beserta penumpang kapal di sebuah daerah misterius.
Kasus pembajakan kapal membuat TNI
tidak tinggal diam. Mereka mengutus regu penyelamatan di bawah
pimpinan Kapten Nurmantyo (Maruli Tampubolon). Deretan strategi
disusun demi kelancaran operasi penyelamatan. Kapten Nurmantyo
beserta anak buahnya hanya memiliki waktu 48 jam untuk menyelamatkan
para sandera. Awalnya usaha mereka berjalan lancar. Beberapa sandera
berhasil diselamatkan. “Lebih baik pulang nama daripada gagal di
medan tugas!” ucap Kapten Nurmantyo dalam salah satu adegan yang
diperankan oleh aktor dan penyanyi Maruli Tampubolon. Namun lambat
laun, operasi mereka tercium oleh Diego. Teroris kejam ini
memerintahkan ratusan anak buah untuk menyerang pasukan TNI.
Mampukah TNI menyelamatkan para sandera dan membawa mereka pulang
dengan selamat?
Merah Putih Memanggil unggul ketika
menggambarkan aksi TNI. Strategi dan operasi penyelamatan
digambarkan cukup detail. Pemilihan lokasi seperti markas TNI serta
hutan belantara tampak nyata. Penonton pun jadi lebih memahami
proses penyelamatan sekaligus menambah wawasan baru tentang TNI.
Kemudian, akting anggota asli TNI mencuri perhatian. Celetukan
mereka saat operasi penyelamatan kerap membuat penonton tertawa.
Bahkan tingkah polah mereka lebih menarik ketimbang aktor serta
aktris asli yang tampil serius. Namun, akting dari Maruli Tampubolon
dan aktris peraih piala Citra, Prisia Nasution patut diacungi jempol.
Mereka berhasil menunjukkan kematangan akting keduanya yang semakin
bagus. Efek visual Merah Putih Memanggil cukup dramatis membuat
penonton terhanyut dan masuk ke misi penyelamatan tersebut.
Film ini juga punya sisi menarik yang
muncul ke permukaan saat babak ketiga. Ada keretakan dalam barisan
musuh sebab mereka tidak tahu berhadapan dengan siapa. Di awal sudah
ditetapkan bahwa sebelum berangkat, TNI harus menanggalkan semua
identitas dan atribut negara. Mereka tidak boleh dikenali sebagai
tentara Indonesia oleh musuh dengan alasan politis. Ini menciptakan
misteri di pihak musuh. Poin ini juga dimainkan dengan baik, di mana
di akhir pertempuran, ada satu tentara yang memutuskan untuk
mengikat perban berlumuran darah di kepala, memakainya sebagai
bandana, dan tindakan ini adalah berupa kebanggaannya bertempur atas
nama Indonesia. Hal-hal seperti ini ditambah dengan dialog yang
membuat para TNI ‘nyambung’ dengan film ini banyak diselipkan
membuat film ini spesial dan menyentuh. Film ini merupakan film
Indonesia yang layak diwajibkan untuk ditonton seluruh masyarakat
Indonesia. Karena dapat meningkatkan rasa nasionalisme kepada semua
generasi! (NUR/ROSE).
|