HOME SINEAS REVIEW



     

Damien Dematra Ungkap Sisi Gelap Deddy Corbuzier dalam Triangle, The Dark Side

(Jakarta, Juli 2016) Setelah beberapa tahun vakum, akhirnya sutradara dan novelis terkenal Damien Dematra meluncurkan novel terbarunya, Triangle, The Dark Side. Mengikuti keberhasilan beberapa novel sebelumnya, novel ini akan diangkat ke layar lebar dan akan tayang di bioskop-bioskop nusantara pertengahan Agustus ini. Triangle,The Dark Side diterbitkan oleh Bhuana Sastra dari Grup Gramedia, dan diluncurkan di Gramedia Matraman. Hadir dalam peluncuran ini adalah pemeran tokoh sentral novel, Deddy Corbuzier, Chika Jessica dan Volland Humonggio. Tokoh-tokoh dalam Triangle, The Dark Side terinspirasi dari film pendek dengan judul yang sama yang telah di tonton lebih dari 7 juta orang di youtube dan facebook, dan diperankan oleh Deddy Corbuzier, dkk.

Berikut wawancara dengan sang novelis Damien Dematra:

T:
Triangle ini masuk dalam action fiction ya. Bercerita tentang apa?
J: Novel ini berkisah tentang kehidupan pembunuh bayaran dan kehidupan keluarga-keluarga mafia.

T:
Apa perbedaan dan keunggulan novel ini dibanding action fiction lain?
J: Saya tidak dapat membandingkan novel ini dengan novel lain, namun menurut saya, hal menonjol dalam novel action fiction ini adalah tokoh-tokoh kunci, baik antagonis maupun protagonis diberi karakter dan latar belakang bagi tindakan mereka. Tidak ada manusia yang sepenuhnya hitam, atau pun putih dalam tindakan dan perbuatan mereka.

Unsur lain yang kental dalam novel ini adalah permainan dilema dan ironi kehidupan. Keputusan-keputusan ekstrim yang seakan-akan tak terelakkan, dan konsekuensi dari tindakan-tindakan.

T:
Alur ceritanya seperti apa?
J: Alur cerita campuran (teknik flashback). Alur maju-mundur.

T:
Kekuatan penokohan di siapa?
J: Jelas karakter utama ada pada Dedi. Namun, di novel ini juga diberi pengembangan pada tokoh-tokoh yang mempengaruhi hidup Dedi, seperti cintanya, orang tuanya, keluarga orang tuanya, dan orang-orang yang bersentuhan dengan kehidupannya.

T:
Klimaksnya di mana?
J: Secara khusus, setiap kehidupan dan karakter memiliki klimaks mereka sendiri, yang menjadikan novel ini menjadi sajian menantang dalam episode-episode yang lebih kecil. Klimaks-klimaks kecil ini tertuang dalam bab tentang kehidupan mereka, yang merupakan bagian dari pembentukan karakter-karakter kunci; namun dalam garis besarnya, klimaks pertama terjadi saat karakter utama (Dedi) menemui point of no return-nya, yaitu momentum ia menjadi pembunuh bayaran, dan momentum kedua adalah saat ia berusaha berhenti menjadi pembunuh bayaran dan keluar dari organisasi yang tidak memperkenankannya keluar. Klimaks terbesarnya adalah saat sang karakter harus ‘membayar harga’.

T:
Apa yang diharapkan pada pembaca?
J: Para pembaca diharapkan, terutama, dapat menikmati dan terhibur dengan novel ini, tentu saja. Bonusnya, adalah mengocok pemikiran batin melalui kacamata kehidupan dan para tokoh yang dibaca. Berbagai pertanyaan yang kemudian timbul, menjadi perenungan tersendiri, bukan untuk dinilai dari sisi ekstremitasnya, namun semata melalui proses olah batin. Kehidupan manusia biasa dan para pembunuh bayaran adalah dua hal yang sangat berbeda, namun pembaca diharapkan dapat merenungkan kehidupan mereka sendiri dengan terjun dalam kehidupan para tokoh, dan akibat-akibat yang ditimbulkan dari sakit hati, iri, dendam, keserakahan, ketakutan, perasaan tidak aman dan tidak percaya diri, cinta, komitmen, dan bagaimana hal-hal itu mempengaruhi kehidupan mereka.

T:
Apa sebenarnya yang ingin disampaikan. Ada pesan bagi pembaca?
J: Pesan yang dibawa oleh novel ini, sama dengan pesan yang ingin disampaikan oleh film, yang walau dibungkus dengan kekerasan, memiliki pesan psikologi terbalik. Cukup sudah pembalasan dan kekerasan, karena semua hanya akan berakhir sia-sia.

Setelah proses kenikmatan membaca selesai, pembaca diharapkan dapat menarik benang merah, bahwa kekerasan tidak akan membawa kebahagiaan. Pembalasan dendam tidak dapat mengisi kekosongan batin, dan hanya akan menjadi rentetan kemalangan yang tidak dapat dihindarkan, namun tentu saja tanpa kesan menggurui.

T:
Bagaimana proses kreatif Damien Dematra?
J: Proses terberat terdapat pada saat pembentukan kerangka novel. Setiap tokoh diberi ‘napas’, latar belakang, karakter, dan reasoning yang sekali pun nampak dramatis dan dibalut kekerasan, namun harus dapat masuk akal.

Menggambarkan sosok-sosok tokoh pembunuh bayaran dan orang-orang dari dunia yang ‘penuh kekerasan’, yang nota bene memiliki kehidupan abu-abu, dan menjadikannya tokoh yang dapat dicintai dan diterima, sekalipun tidak diamini perbuatannya, membutuhkan latar belakang yang kuat. Karena itu, salah satu perbedaan besar dari novel dan filmnya, terletak pada latar belakang penokohan yang diurai panjang-lebar dalam novel, serta bagian ending.

Proses kreatif penulisan adalah secara deduktif. Dimulai dengan membuat kerangka dasar cerita, kemudian masing-masing tokoh dikembangkan dan diberi latar belakang. Kejutan-kejutan yang kemudian muncul, dan pengembangan cerita merupakan ide-ide ‘keceplosan’ yang bermunculan saat menulis.

T: Apa ini diambil dari kisah nyata?
J: Tidak. Sekali pun menggunakan nama-nama depan yang mungkin mirip, kisah novel ini murni fiksi dan tidak berdasarkan kisah hidup siapa pun.

T:
Apakah masa lalu yg kelam cenderung membuat orang jadi pembunuh bayaran?
J: Sama sekali tidak. Masa lalu kelam dapat membuat seseorang menjadi apa pun yang dipilihnya, karena selain kekerasan, ada hal-hal yang lebih kuat peranannya bagi manusia, seperti cinta, kasih sayang, dan pengampunan.

Dalam kisah ini, penulis, sekali lagi, hanya berusaha menarik alur mundur dan reasoning yang dapat diterima secara logis tentang pengembangan watak dan sifat-sifat seseorang. Kebetulan saja, kisah hidup yang digambarkan, adalah mengenai watak para pembunuh bayaran. Manusia tidak menjadi jahat sejak saat dilahirkan. Lingkungan, watak, sifat, kekuatan mental, dan pilihan hidup yang membentuk seseorang mengambil sikap.


T:
Apa beda novel dan filmnya?
J: Latar belakang yang diuraikan panjang-lebar dan karakterisasi dari tiap tokoh, dua generasi, dan terutama, penyelesaian akhir dari filmnya, alias ending yang menyeluruh.