HOME SINEAS KABAR



     

ADRIANA

Review lain:
A.T.M
About Time
Air Mata Terakhir Bunda
Cahaya Kecil
Captain Phillips
Escape Plan
FLU
Hati ke Hati
Insidious: Chapter 2
Jobs
Killer Toon
Machete Kills
Make Money
Malam 1000 Bulan
Manusia Setengah Salmon
Metallica: Through the Never
Noah, Awal Semula
Pantai Selatan
Petualangan si Adi
Prisoners
Romantini
Rush
Snowpiercer
Sokola Rimba
Taman Lawang
The Butler
The Counselor
The Family (Malavita)
The Hunger Games: Catching Fire
The Iceman
The Spy: Undercover Operation

 

 

 

 

 

Cinta Segi Tiga Berlatar Teka-Teki Sejarah Jakarta
Produksi : Visi Lintas Films
Sutradara : Fajar Nugros
Para Pemain: Adipati Dolken, Kevin Julia, Eva Celia,
Agus Kuncoro
Durasi: 100 Menit
Mulai Tayang : 7 November 2013

oleh: Yan Widjaya

AHOK nama beken Basuki Tjahaja Purnama, WaGub DKI, baru menyaksikan film Adriana di Hollywood Kartika Chandra 21 pada Sabtu petang, 9 November 2013. Penulis termasuk yang menonton bersama dan kemudian mendengar komentarnya, “Film ini bagus sekali, mesti ditonton semua anak muda agar lebih tahu tentang sejarah Indonesia!”

Hakekatnya kresi Fajar Nugros (yang telah sukses merilis Cinta Brontosaurus menjadi film terlaris 2013 dengan jumlah 892.915 penonton) adalah komedi romantis tentang cinta segi tiga dari tiga anak muda semenjak mereka duduk di bangku SMA namun istimewanya berlatar belakang berbagai lokasi serta peristiwa-peristiwa bersejarah di seantero kota Jakarta. Untuk menyebut beberapa tempat antara lain tentu saja Monas, Museum Gajah, Kota Tua, serta berbagai patung dari patung raksasa Dirgantara sampai ke patung kecil hitam Hermes yang menjadi penghias kota sejak bernama Batavia.

Bayu bersahabat dengan Andra, ia selalu dipanggil Mamen dan sebaliknya memanggil sobatnya Sobar. Sekarang selain melanjutkan kuliah dan menjadi asdos ilmu sejarah, Sobar juga bekerja di sebuah toko buku, ada pun Mamen yang gemar bertualang cinta terus menggombali gadis-gadis sampai ketemu batunya saat melihat Adriana di Perpusnas. Si gadis yang mengenal reputasi si playboy sejak praremaja bersikap jinak-jinak merpati dan memancing hasrat Bayu lewat cabikan-cabikan notes berisi teka-teki tempat pertemuan berikutnya, dan satu-satunya yang bisa memecahkan semua cangkriman itu hanyalah Andra! Karena kapan Perang Diponegoro pun Bayu lupa, padahal itu sama dengan waktu magrib, 1825-1830! Tapi petualangan Mamen-Sobar-Adriana kian berbelit demi ada pihak keempat, orang misterius yang mencampuri permainan mereka dengan teka-teki cerdas yang dikirim dengan berbagai cara unik ke tangan ketiganya untuk menjelajah ke berbagai pelosok ibukota! Siapa dia takkan diungkap di sini demi mencegah spoiler.

Yang jelas akting Adipati Dolken si Mamen melambung pesat, begitu pun halnya dengan Kevin Julio si Sobar, dan Eva Celia yang merangkap peran Adriana masa kini serta Adriana van Der Bosch, putri GubJen van der Bosch pencanang program Tanam Paksa. Sang putri Belanda nekat menentang kekuasaan ayahnya demi simpatinya pada rakyat jelata nan menderita (alangkah eloknya kalau secuplik kisah perjuangan Adriana van Der Bosch ini kelak dibuatkan filmnya tersendiri!).

Kalau Agus Kuncoro memang telah mencapai tingkat keaktoran mapan. Lihat penghayatannya saat bertutur pada siswa-siswinya tentang kisah persahabatan abadi dwitunggal proklamator, setelah 14 tahun tak bertemu bagai bermusuhan toh Bung Hatta menemui Bung Karno menjelang saat-saat terakhirnya nan memilukan.

Perihal Fajar Nugros, sineas muda asal Jogjakarta yang mengawali karier dengan mengastradai Hanung Bramantyo tak pelak lagi bakal mengorbit sebagai sutradara masa depan. Skenario ditulis Lelelaila dari novel Adriana: Labirin Cinta di Kilometer Nol karya duet Fajar Nugros dengan Artasya Sudirman menjanjikan cerita cerdas yang mungkin kelewat tinggi bagi rata-rata remaja penggemar film Indonesia (?!). Sayang sekali, padahal bila film yang diproduseri Sophia Latjuba dan Eko Kristianto ini berhasil menarik minat penonton sangat terbuka kemungkinan untuk bikin sequelnya karena memang open ending dengan hilangnya Adriana… ***

- Nilai: 80

Review oleh:  Yan Widjaya, seorang wartawan film senior, pengulas, penulis, dan novelis.

Twitter @yan_widjaya