“MIMPI
enggak boleh dibatasin!” kata Odi si pemulung sampah yang
tergila-gila pada bintang iklan Violeta. Dan siapa menyangka kalau
pemuda miskin ini mendadak jadi miliarder karena mewarisi kekayaan
Pak Tri, pemilik biro iklan sukses?!
Sebaliknya dua
anak kandung Pak Tri sendiri, Rachmat dan Aris, tak kebagian apa
pun. Otomatis dua pemuda manja tersebut jatuh pailit. Perusahaannya
jatuh ke tangan direktur Bono yang berambisi mengangkangi semua,
termasuk kekasih Aris, cewek matre Imelda yang selama ini memorot
Aris. Sebetulnya semula Pak Tri sepakat dengan Bono ingin memberi
pelajaran pada Rachmat dan Aris dengan bersandiwara meninggal, tak
terduga pura-pura jadi sungguhan.
Terlunta-lunta
setelah diusir Bono, Aris mengajak abangnya menghuni sebuah kamar
kos di rumah tua Pak Yadi. Dari sahabat ayahnya inilah Aris
mengetahui kalau ibunya masih hidup dan kaya raya sebagai pengusaha
sukses. Apakah kemudian Aris mengandalkan ibunya untuk merebut
kembali perusahaannya yang dikup Bono? Bagaimana pula kisah Odi
setelah mengontrak Violeta untuk iklan mi instan?
Inilah debut
penyutradaraan Sean Monteiro
yang lulusan Monash University, Melbourne. Didapuk menjadi pemeran
utamanya, komik stand up comedy bertubuh subur Panji
Pragiwaksono, beradik-abang dengan
David Saragih yang malah lebih
gembrot lagi. Mereka berayahkan Ray Sahetapy
dengan beribu Ratna Riantiarno.
Sedang si pemulung dipercayakan pada Ence Bagus.
Dan untuk kesekian kalinya Verdi Solaiman
memerani tokoh antagonis dengan luwes. Didukung para pemain yang
sudah tak asing lagi seperti Tarsan Srimulat,
Ucok Baba, Albert Halim,
Tika Bravani, Aida
Nurmala, Tara Basro,
Arief Didu dan lain-lain.
Bagaimanapun
juga terasa sekali persamaan cerita film ini dengan kreasi sutradara
John Landis yang bikin Trading Places (1983) dengan bintang
Eddie Murphy sebagai gepeng yang mendadak diangkat menjadi orkay
oleh seorang miliarder tua. Toh Monteiro yang menulis skenarionya
berdua dengan Haqi Achmad dan supervisi Salman Aristo cukup berhasil
membumikan ide cerita bagaimana kalau si miskin mendadak melambung
jadi miliarder dan sebaliknya si miliarder tiba-tiba jatuh bangkrut.
Walau terasa terlalu menggampangkan logika, kurang keras dan kurang
seriusnya upaya Aris untuk merebut kembali klien-klien yang disabot
oleh Bono, tetapi mesti diingat genre film ini adalah komedi, jadi
ya terima sajalah pemaduan goyang music electronic dance ala duet
Rachmat-Aris dengan dangdutnya Odi.
Inti pesan
Monteiro yang hendak disampaikannya, “Money is important, but
only if you have family and friends to share it with!” Jadi uang
bukanlah segala-galanya, terlihat ketika Rachmat menolak tawaran
Bono untuk bergabung dengan biro iklan barunya kendati sudah
ditraktir makan lezat. Sebaliknya Aris malah berani mengabaikan cek
senilai Rp 1 Miliar yang disodorkan ibunya untuk modal usahanya.
Justru pemuda gemuk ini mendapatkan pencerahan untuk mulai berjuang
dari bawah sekali. Dan abang-adik pun kembali bekerja sama dengan
dukungan Odi untuk merintis karier di blantika periklanan dengan
ide-ide baru dan brilliant! Alhasil Make Money menjadi
film hiburan dengan pesan moral yang gamblang dan tanpa tedeng
aling-aling untuk semua penonton dewasa… ***
- Nilai: 60
|