ARYA
KRISNA, rocker ngetop pujaan hingga sesat jalan. Hura-hura
mengabaikan anak-istri. Toh mengaku sangat menyayangi Gilang, putra
tunggalnya, hingga merebutnya dengan paksa dari istrinya yang
memergokinya selingkuh. Saking tak tahan sang istri meninggalkan
rumah dan tewas dalam kecelakaan. Sejak itulah Gilang mendendam pada
ayahnya. Sampai menjelang kuliah ke Amerika, Arya mabuk dan meniduri
pacar anaknya (!). Terlibat pemakaian narkoba pula, Arya dijebloskan
ke penjara. Gilang batal kuliah, dibimbing Abram, manajer ayahnya,
merintis karier pop singer. Produser Iksan menganjurkan Arya bikin
lagu untuk anaknya. Sukses diraih Gilang tanpa susah payah. Hanya
lewat dua album ia menjadi kaya raya, beli rumah dan mobil. Namun
saat ayahnya bebas, ia tak sudi menerimanya. Selanjutnya penonton
tinggal menanti akhir di mana Gilang mau memaafkan Arya…
Cerita dan skenario yang ditulis Titin Wattimena cenderung
menggampangkan segala sesuatunya. Sebelum ini Benni Setiawan sudah
bikin Bukan Cinta Biasa dan Masih Bukan Cinta Biasa yang berkisah
tentang mantan rocker (diperani Ferdi Taher) yang baru tahu kalau ia
mempunyai putri remaja (Olivia Jensen Lubis). Kalau dwilogi itu
sarat dengan humor, maka sekarang nampaknya ia lebih ingin
menonjolkan drama. Prestasi Benni sudah menyabet piala Citra sebagai
Sutradara Terbaik FFI 2010 lewat Tiga Hati Dua Dunia Satu Cinta pun
mungkin merasa sudah cukup dengan menjual Petra Sihombing yang
tengah menjadi idol dan untuk pertama kalinya dijajal bermain film.
Perkara kepopuleran, memang Petra lagi naik daun, didukung pula
dengan ketampanan wajah, hanya untuk perkara seni peran memang mesti
ikutan acting-course dulu dengan serius (kalau sempat).
Ada pun sang ayah diperani rocker betulan Andy/rif yang berakting
dengan wajah sedatar tembok, bahkan tanpa penyesalan sebagai ayah
yang kurang baik moralnya. Kendati sudah berpengalaman main empat
film, biasanya hanya tempelan belaka, baru sekarang untuk pertama
kalinya menjadi pemeran utama.
Adalah si manajer gay Abram yang diperani aktor watak Verdi Solaiman
justru menjadi badut untuk memancing tawa belaka, padahal dialah si
kambing hitam yang konon menjerumuskan ayah dan anak itu (?). Ferry
Salim sebagai produser musik bermain standar. Pendatang baru remaja
Taskya Namya sebagai gadis model Saskia, pacar Gilang, yang aneh
sekali tak pernah memahami mengapa kekasihnya begitu membenci
ayahnya. Kalaupun Gilang tak pernah curhat pada Saskia, mestinya
sebagai gadis yang agak cerdas dia bisa saja buka internet dan
membaca Google untuk mengetahui riwayat sang kekasih dan ayahnya
(?). Satu-satunya yang mendingan aktingnya hanyalah Happy Salma,
sang istri cantik tersia-sia, walau cuma kebagian empat scene awal (nasib
yang sama juga dialaminya saat bermain dalam film Sang Penari).
Dunia gemerlap artis termasuk para wartawan infotainment,
acara-acara teve, syuting video klip, dan sebagainya, memang
mewarnai adegan demi adegan walau kurang pendalaman.
Maka pesan moral film ini boleh disimpulkan, kendati ayahmu bejad
moralnya, janganlah jadi anak durhaka, jadi maafkan sajalah,
please.***
- Nilai: 50
|