HOME SINEAS KABAR



     

INSIDIOUS: CHAPTER 2

Review lain:
A.T.M
About Time
Adriana
Air Mata Terakhir Bunda
Cahaya Kecil
Captain Phillips
Escape Plan
FLU
Hati ke Hati
Jobs
Killer Toon
Machete Kills
Make Money
Malam 1000 Bulan
Manusia Setengah Salmon
Metallica: Through the Never
Noah, Awal Semula
Pantai Selatan
Petualangan si Adi
Prisoners
Romantini
Rush
Snowpiercer
Sokola Rimba
Taman Lawang
The Butler
The Counselor
The Family (Malavita)
The Hunger Games: Catching Fire
The Iceman
The Spy: Undercover Operation

 

 

 

Mengembalikan Sukma Ayah ke Dalam Tubuhnya!

Produksi : Sony Pictures
Sutradara : James Wan
Pemain : Patrick Wilson, Rode Byrne, Ty Simpkins, Lin Shaye, Barbara Hershey, Steve Coulter

oleh: Yan Widjaya

“BENARKAH dia suamiku?!” membatin Renai saking mencurigai Josh yang baru kembali dari alam gaib dengan membawa sukma putra mereka, Dalton.

Itulah penutup Insidious (2011) yang jelas merupakan open ending untuk persiapan sequelnya, Indidious: Chapter 2 (2013), yang tetap digarap oleh sineas dan team pemain yang sama. Kecurigaan Renai terjadi karena ia melihat hasil rekaman kamera mengenai kematian mencurigakan cenayang budiwati Elise Rainier, akibat tangan Josh.

Kisah keluarga Lambert berlanjut dengan prolog pada tahun 1986, masa kecil Josh yang mempunyai sixth-sense dan ditolong oleh Elise sahabat ibunya, Lorraine, hingga menjadi anak normal. Bergulir ke masa kini, kala Josh membawa keluarganya pindah ke rumah ibunya. Secara diam-diam Renai meminta pertolongan Carl, cenayang sahabat mendiang Elise. Sedikit demi sedikit terungkap kalau suaminya memang bukan Josh sejati yang sukmanya masih berada di alam lain. Siapa sebenarnya roh jahat yang sudah mengincar Josh semenjak masa kanak-kanaknya? Bagaimana cara mengusir roh jahat itu dan mengembalikan sukma aslinya ke tubuh Josh? Satu-satunya yang mampu melakukannya hanyalah si bocah Dalton yang pernah menjelajah ke alam sana! Kejutan dan horor bertubi-tubi melanda dari adegan ke adegan yang meluncur menuju klimaks…
 


James Wan, sineas muda (36 tahun) asal Kuching, Malaysia, baru menyutradarai tujuh film, horor semua. Lewat film keduanya, Saw (2004), namanya melambung sebagai sineas yang mampu bikin film minimalis dengan bujet sangat murah namun laris. Buktinya, Insidious, hanya berbujet $ 1,5 juta, namun meraup $ 54 juta (hanya dari bioskop Amerika saja). Menyusul sukses besar The Conjuring, filmnya terakhir, Insidious: Chapter 2 pun berbujet kecil, cuma $ 5 juta, toh dalam sepekan tayang di Amerika sudah mengeduk $ 46,5 juta alias 900 % plus! Karena sukses luar biasa inilah, produser ingin segera memproduksi Insidious: Chapter 3, apalagi sudah terbuka intro untuk cerita dalam keluarga baru pada penutup film. Namun mungkin rada jenuh dengan horor, Wan justru beralih menggarap full action, The Fast and Furious 7, dengan mengundang Tony Jaa dan Deepika Padukone untuk mendukung para jago ngebut! Jadi kemungkinan sequel kedua tersebut bakal dipercayakan pada sineas lain.

Tak urung kendati masih piawai toh terasa Wan kehabisan ide orisinil, karena bagi para pecandu film horor, siapakah yang belum menonton film klasik Psycho (1960) karya empu Alfred Hitchcock yang mengangkat novelnya Robert Bloch? Tokoh utama film legendaris itu, Norman Bates (diperani sangat meyakinkan oleh Anthony Perkins), adalah manager hotel terpencil yang sering malihrupa menjadi mendiang ibunya. Sekarang Wan menghadirkan tokoh Parker Crane, pasien tua bangka sekarat di ruang UGD yang dirawat suster Lorraine, ibu Josh. Terungkap Parker adalah korban kekejian ibunya yang sejak kecil memaksanya berubah menjadi anak perempuan bernama Marylin hingga kelak melakukan serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap gadis-gadis malang! Arwah Parker dan ibunya itulah yang menjadi musuh bebuyutan Elise Rainier dari dunia fana sampai ke alam baka!

Sebagai pengendor syaraf agar tidak terus menerus menegang dihadirkan sepasang ghost-buster duet Specs-Tucker yang agak-agak konyol tingkahnya bak pahlawan kesiangan. Tapi siapa tahu mereka bakal menjadi tokoh penting dalam Insidious: Chapter 3? ***
- Nilai: 70

Review oleh:  Yan Widjaya, seorang wartawan film senior, pengulas, penulis, dan novelis.

Twitter @yan_widjaya