Boneka Barbie begitu sangat popoler di seluruh penjuru dunia. Boneka
yang imut itu memang telah menemani kenangan masa kecil banyak anak
perempuan dari berbagai generasi dari zaman dulu hingga sampai
sekarang ini. Tak hanya dalam bentuk boneka imut, Barbie juga dibuat
game-nya, kemudian dibuat ke film animasi pada tahun 2001. Setelah
sekian lama menjadi salah satu boneka terpopuler, Barbie kini
akhirnya “dihidupkan” di film live action oleh Greta Gerwig.
Film live action ini menampilkan banyak versi Barbie dan Ken
sekaligus, yang diperankan oleh Margot Robbie (Barbie protagonis),
Ryan Gosling (Ken protagonis), Kate McKinnon, Simu Liu, dan aktor
ternama lainnya. Film ini juga menampilkan karakter manusia, yang
diperankan oleh America Ferrera, Will Ferrell, Rhea Perlman, dan
aktor lainnya.
Mungkin sebagian dari kita sebelum menonton filmnya menduga kalau
film ‘Barbie’ hanya sekedar seputar permainan dari anak perempuan.
Tapi ternyata film adaptasi boneka Mattel ini melebihi ekspektasi
kita, bahkan bisa dibilang hasil garapan filmnya brilian. Film
tersebut menyajikan tontonan komedi out of the box, bagaikan boneka
Barbie yang imut itu keluar dari kotak mainannya.
Greta Gerwig dan Noah Baumbach mampu mengadaptasi dunia boneka itu
dengan kelucuan yang begitu liar. Ada banyak sekali referensi budaya
pop yang diselipkan dalam berbagai candaan sepanjang film. Dalam
film ini, Greta hingga menyajikan komedi yang tak henti mengundang
tawa. Film itu bahkan tak segan menyenggol Mattel serta sang kreator
boneka Barbie, Ruth Handler.
Segi komedi itu menjadi salah satu aspek vital yang membantu Barbie
menjadi blockbuster yang menghibur dan segar. Namun di samping itu,
Barbie juga mampu menyuguhkan fenomena sosial terhadap berbagai isu.
Kisahnya tentang Barbie (Margot Robbie) yang menghadapi krisis jati
diri “disulap” Gerwig menjadi petualangan melihat dunia nyata yang
penuh dengan ketimpangan sosial. Suatu hal yang kontras dari Barbie
Land, dunia boneka yang serba sempurna dan terkesan utopis di mata
manusia.
Ketimpangan itu kemudian dijabarkan menjadi berbagai bahasan yang
disorot tajam sang sutradara. Seperti di antaranya, isu kapitalisme,
patriarki, feminisme, hingga berbagai ketimpangan sosial lainnya.
Kecemerlangan Greta Gerwig dalam menggarap sebuah film dengan
menyuarakan isu tampaknya tak hanya film ‘Berbie’, tapi garapan
film-film Gerwig sebelumnya, yakni Lady Bird (2017) serta Little
Women (2019) yang membuktikan bahwa dia mempunyai kemampuan
penyutradaraan dengan jangkauan yang luas. Ia sanggup mengemas
Barbie menjadi kombinasi meta antara komedi penuh warna dengan
cerita yang progresif dalam satu paket lengkap.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri juga bahwa beberapa adegan atau
dialog dalam film ini yang muncul terlampau pretensius dan menggurui.
Hal tersebut mungkin karena terlalu banyak ide dan gagasan yang
dilontarkan Gerwig pada film ini.
Tapi terlepas dari itu semua, ada satu keputusan Gerwig yang patut
diapresiasi, yakni Gerwig cukup piawai dalam mengemas cerita Barbie
yang penuh emansipasi tanpa menjadi radikal atau berambisi
mendominasi. Ia tampak paham bahwa tatanan sosial yang ideal bisa
terjadi ketika laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan
kesempatan yang sama. Tidak ada yang timpang atau berusaha menindas
satu sama lain.
Dunia Barbie Land yang diciptakan Gerwig patut diacungi jempol. Ia
berhasil membangun dunia penuh warna pink dan pastel lain yang
memanjakan mata. Desain produksi film Barbie terlihat begitu megah
dengan segala detail dalam aspek kostum, rumah, dan berbagai
aktivitas yang dilakukan anak-anak perempuan di dunia nyata bersama
bonekanya. Seperti ketika Barbie berganti-ganti baju sesuka hati,
berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa perlu jalan kaki,
hingga beraktivitas layaknya boneka mainan yang pura-pura makan dan
minum.
Imajinasi Gerwig itu juga berhasil diterjemahkan oleh para pemeran
sehingga menjadi begitu nyata. Margot Robbie, sang Barbie, tentu
saja sanggup menjawab ekspektasi semua orang dengan menjadi Barbie
yang begitu sangat menawan.***
|